Senin, 18 Maret 2013

Batu Berkonde...

Di kampung halamanku nun jauh disana ada patung sepasang muda- mudi yg terbuat dari batu, yg perempuan masih lengkap dengan kondenya. Konon kabarnya mereka adalah sepasang anak kembar.  Siapa gerangan yang punya cerita itu? dan apa sebenarnya yang terjadi ? sampai bukit itu di namai batu marsanggul ? yg berarti "Batu Berkonde" ketika kami masih anak2 sering lewat dari sana , menggembalakan ternak sapi dan kerbau yg senang sekali makan rumput di daerah itu .
     Memang ada batu yang di tumbuhi pohon, yg daunnya rindang, sampai batu itu tidak kelihatan . Kalau aku pas lewat  dari sana ada rasa takut, tapi kuberanikan diri untuk melihat apakah batu itu benar benar ada kondenya? tapi sampai kini saya belum beruntung, karena tidak pernah melihatnya, yg ada cuma batu besar, sepertinya batu besar yang terlempar dari danau Toba waktu meletus. Batu marsanggul merupakan nama bukit, pemandangan yang indah, kita bisa melihat danau Toba dan sekitarnya, yg disisi sebelah Selatan terletak kota Balige.
     Mungkin sekitar 150 tahun yang lalu, bukit ini di jadikan perkebunan rakyat sekitar karena tanahnya yg sangat subur. Menurut cerita dari orangtua, ketika itu ada keluarga sebagai tuan tanah yang punya kebun luas di perbukitan tersebut, dan mereka  punya anak kembar : satu perempuan dan satu laki2, dan mereka berdua dibesarkan sama2. 
     Padahal menurut tradisi  orang Batak, kalau ada anak kembar beda kelamin, harus dipisahkan sejak lahir. Tapi karena keluarga itu hanya mempunyai si kembar, mereka mendidiknya sama2, dan sebagai petani mereka tentu membutuhkan tenaga untuk kerja di kebun atau dirumah. 
     Hingga mereka beranjak dewasa, mereka mulai mengambil alih pekerjaan orang tuanya, sebagai anak laki2 si kembar bekerja di kebun, dan kembarannya yg perempuan bertugas memasak di rumah, karena sedang musim tanam, maka dia minta biar adik kembarnya mengantar makan siangnya ke ladang. Dengan senang hati adeknya yang perempuan memasak makanan kesukaan kakak kembarnya, dan tepat jam makan siang dia datang membawa nasi dan lauknya.
      Kakaknya yang laki mulai menyalakan api, karena baru saja dia menangkap seekor burung, burung di panggang sampai masak, kemudian mereka bagi dua dan dia bertanya sama adik kembarnya  mau memilih bagian yang mana.? Adeknya bilang : "bagian ekornya" setelah itu mereka makan bersama dengan lahapnya. 
     Sesudah kenyang mereka istirahat sambil tidur2ran, entah siapa yg mulai,..... hingga mereka, tergoda untuk melakukan hubungan layaknya suami - istri. Mereka berpikir sejak dalam kandungan mereka sudah dijodohkan. Apa salahnya seperti suami istri......? 
     Begitu mereka selesai, mereka dikutuk oleh alam jadi batu dan yang perempuan masih pakai konde sesuai pada era mereka, yang laki biasa layaknya anak muda. Semua alat2 yang di pakai untuk kerja juga mengalami perubahan. Jadi sebagai "peringatan" batu itu di pajang di bukit tersebut, dan ceritanya terus saja mengalir turun temurun secara lisan biar tidak terulang kembali.
      Anak laki2 omp lambok no 2, pernah melihat batu tersebut, tapi ketika kita pulang bersamaan, aku minta ditunjukin. Kami pergi kesana mencari diantara pepohonan, karena sudah jadi hutan pohon pinus yang rungkut, akhirnya kami dapat juga tetapi sekarang hanya tinggal tempat duduknya saja, sedangkan kepalanya sudah hilang, mungkin hancur karena waktu.
     Orang yang pernah melihatnya mengatakan kalau batu itu benar2 pakai konde, apa ada orang yang mengambil untuk di jual?.... karena turist senang membeli barang2 antik untuk dijadikan koleksi.   Aku mengambil kesimpulan, mungkin si kembar di bunuh oleh orangtuanya karena tidak mau menanggung aib ?, lalu di makamkan disana, dan sebagai pertanda/ nisannya di ukir patung dari batu...sebagai peringatan bagi muda/i era itu..... masih dalam tanda tanya. 
     Tapi menurut orang tua2 tidak semua orang bisa melihatnya, kadang menghilang. Tapi dari kami sebelas bersaudara,cuma adikku yang no 2, yang pernah melihat karena dialah sigembala sapi dan kerbau selama dia masih di kampung. 
     Dia senang tinggal dirumah, lain dengan aku suka pergi jalan2, tapi dia hobby tidur, dan makan. Sebagai laki2 dia sangat dimanja, oleh ibunda tercinta, dia juga pernah ditanduk oleh sapi sampai ber bekas di dahi, dan sampai sekarang masih kelihatan. 
     Sesuai tradisi orang Batak kalau ada anak kembar seperti ini, biasanya mereka di pisahkan,  dan  perempuanlah yang di adopsi oleh tulang (paman)nya, siapa tau mereka jatuh cinta, biar tidak membuat malu keluarga, maka dianggaplah sepeti pariban, karena bagi orang batak, kawin sama pariban sangat di setujui, kadang malah dijodohkan, yah.....jaman dulu masih banyak perjodohan yg menurutku karena saat itu masih primitif. Adekku yg no 3 seperti itu kawin sama paribannya. Apakah mereka bahagia ? menurut yang kudengar tidak, paribannya ringan tangan, suka memukul dan minum? Tapi sampai sekarang mereka masih satu rumah, apa mungkin seperti yang dibilang pepatah ; jatuh cinta karena sudah jadi kebiasaan?.Fin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar