Senin, 18 Maret 2013

Harta warisan menghancurkan keluarga.

     Kami naik bus dari Waingapu ke Wakabubak jalan yang ber liku2, sering tidak ada asphal, pulau ini benar2 masih jauh ketinggalan, dari pulau2 lainnya di indonesia. Disini banyak kuda, jadi tidak heran kalau  ada pacuan kuda besar2an diadakan, sayang kami tidak sempat menyaksikan katanya ramai di kunjungi orang.
     Di Waingapu kami jumpa seorang gadis namanya FIfi, dia masih keturunan raja, kami di undang ke rumahnya, tapi kami pikir lebih bagus menginap di hotel saja. Dalam perjalanan kami melewati kampung2 dan waktu lewat kampung Kabunduk, ada banyak orang berkerumun di pinggir jalan.... ada apa gerangan...? Lalu kondekturnya bilang "banyak belalang di jalan, langsung digilas, tapi masih banyak di mana2".
     Orang kampung merasa sedih karena semalam aja padi yang masih bunting habis di sedot begitu juga jagung. Bayangkan susahnya jadi petani, hidup terancam, semua harus beli, mudah2an tapioka masih tumbuh. Bus kami mulai sering berhenti menurunkan penumpang, tapi ada juga yang naik , mereka lengkap dengan pisau dalam  sarung di pinggang, mulut merah seperti dracula, karena makan buah sirih. Ada juga yang taruh tembakau diantara gigi atas dan bibir seperti bakso, satu di bagian kiri dan kanan.
     Sebelum sampai di Wakabubak, aku asyik lihat2 keluar, ada rumah tradisi, kelihatan bagus. Tiba2 ada suara kondektur, "tutup jendela semua ada perang !!!!", aku terkejut ! sepengetahuanku perang sudah usai, Belanda sudah pulang ke negaranya, Jepang juga ? Tapi tidak begitu jauh kami lihat banyak orang lagi demon, semua lengkap dengan pisau di pinggan masing2. Ada apa yah.... ? akhirnya kami sampai di tujuan, kami langsung ke hotel.
     Fifi mengundang kami besoknya kerumah mereka, dan aku tanya ada apa tadi di jalan? "Oh ada orang kakak beradik sedang bertengkar karena warisan", kenapa dibilang perang ? "Yah mereka baku hantam". Di hotel tempat kami menginap, ada juga seorang hakim, tapi ada pengawalnya, kebetulan orang batak, lalu kami lalu gomong2 dan aku cerita kejadian kemarin. Dia lalu cerita megenai masalah yang ditangani hakim baru2 ini.
     Ceritanya : dua laki2 bersaudara tapi lain ibu berebutan  warisan, tapi warisan apa ?  Bukan harta bukan kerbau, tanah, kebun .no no no .Yang di permasalahkan adalah kuburan. Di sumba kalau orang yang mampu, mereka punya kuburan dari batu, biasanya besar ditaruh di halaman rumah, tutupnya bisa di buka, keluarganya kadang jemur kopi atau kacang diatasnya. Bapaknya sudah meninggal dan sudah masuk di kuburan batu tersebut, sekarang anak dari ke dua istri mulai berdebat, anak dari istri pertama, mengatakan adiknya tidak berhak dimasukkan ke kuburan batu kalau kelak dia mati.
     Adiknya tidak mau terima, mereka bertengkar hingga akhirnya dia membunuh kakaknya. Dia di tangkap polisi lalu di adili, karena keluarga kakaknya melaporkan perbuatannya ke polisi. Nah di kantor pengadilan, semua hadir dari pihak istri pertama dan istri ke dua. Pisau sebagai barang bukti di taruh diatas meja, saat semua asyik mendengarkan tiba2, anak dari kakak yg terbunuh maju kedepan , ambil pisau yang membunuh bapaknya, dan langsung membunuh adik bapaknya.
     Jadi dua2 nya mati terbunuh dengan pedang yang sama, cuma karena berebutan untuk masuk ke kuburan batu. Kuburan yang paling berharga, bagi mereka orang Sumba?. Aku lihat kuburan tidak besar, mau ditaruh dimana ? kalau terlentang paling satu orang? Orang sana bilang ada yang trdisional ada yang nasional, maksudnya ada yang duduk atau terlentang tergantung dari tempat yang penting masuk." Yah lain lubuk lain ikannya". Disana banyak perempuan jadi perawan tua karena tukon yang tinggi, anak2 yang sekolah di Jawa memilih kawin sama orang Jawa. 
     Waktu libur sudah habis, kami harus kembali ke Bali. Karena jauhnya Airport,sekitar 40km dari pusat kota, pagi2 sekali kami sudah berangkat, kami check in, lalu dapat boarding paas, sekarang tinggal nunggu pesawat yang datang dari Mamere, tidak ada telp., jadi kita tidak tau berapa kursi yg tersisa. Sudah jam 12 siang, pesawat Merpati mendarat, ternyata cuma ada sisa kursi untuk 4orang , karena orang bule dan sudah  pesan tempat sejak dari Bali, sedangkan kami dan yg lainnya beli tiket di Sumba .
     Aku merasa jengkel banget, aku kasih tau ya.... kalau kami sudah tidak punya duit sama sekali, mana kartu kredit yg kami punya disana tidak lakui, akhirnya mereka dari Merpati bersedia menanggung semua biaya penginapan sampai kami berangkat besoknya, sekaligus biaya transport , penumpang lainnya pulang seperti biasa, sepertinya mereka sudah terbiasa dengan keadaan tersebut .  Besoknya kami berangkat, karyawati Merpati yang pertama kali naik ke pesawat bilang:" hati 2 dengan orang batak, mereka tidak mau  terima alasan begitu saja". Tapi bukan salah mereka yang di airport. Selamat tinggal Wakabubak, hiduplah dengan tradisimu .FIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar